Matahari mulai menampakan sinarnya.. Rembulan
hilang pergi atas kehendakNya… Semilir angin pagi
pun membangunkanku
dari lelapnya tidur yang membuat badanku berhenti sejenak dari berbagai
aktivitas yang telah aku lakukan sepanjang
hari menjelang… Jendela kamar yang terbuka seakan mengundang sayup-sayup angin pagi lengkap dengan
kicauan burung yang sesekali hinggap dan terbang di
atas genting kamarku.
Pemikiranku hilang melayang terbang, entah apa
yang akan aku gapai di keheningan
pagi yang membuat mataku sudah tak
ingin terpejam kembali, namun badanku yang lelah ini seakan berat
untuk aku beranjak dari tempat
tidurku…
Di sebrang balkon kamarku, aku melihat ada seorang anak kecil yang mungkin akan menginjak remaja, duduk termenung sendiri di balkon jendela kamarnya, yang ku lihat saat itu raut wajahnya memancarkan kesedihan yang teramat dalam, tak ada satu titik pun cahaya kegembiraan yang terlukis dalam wajahnya, entah musibah apa yang telah menimpa dia.
Matahari tepat berada di atas kepala, itu menandakan bahwa hari menjelang siang. Seharian aku hanya diam duduk di kamar dengan melihat seorang anak remaja itu. Sesekali aku melamun tak sadar akan keadaan yang ada di sekelilingku, tapi sesekali akupun mendengar keadaan di koridor rumahku yang letaknya tidak jauh dari ruang kamar tidurku. Yang ku dengar hanya bisikan dan hentakan kaki saja, entah apa yang sedang orang lakukan di koridor sana.
Tak terasa malam menyambutku kembali dengan angin dan keheningannya, bintang-bintang berkelipan menghiasi langit dan menemani sang rembulan yang tak pernah lelah menerangi dunia saat malam tiba, Suara-suara binatang pun tidak mau ketinggalan jadwalnya untuk melengkapi suasana. Dan saat ini malamku terasa lengkap meski tak ada yang menemaniku seperti waktu dulu.
Seseorang yang menurutku sempurna di mataku saat itu. Aman, nyaman, susah, dan bahagia aku lakukan dengannya. Tapi sekarang aku mulai menjalani hidupku sendiri tanpanya, karena takdir dan waktulah yang telah menyatukan dan memisahkan kita berdua.
Aku duduk di kursi taman rumahku, langit hitam, sinar rembulan, dan kerlip bintang aku tatap dengan penuh kepastian dalam hatiku. Dalam benak dan pikiranku, yang terlintas hanya dirinya, keadaannya, dan kisah-kisah tentangnya. Beribu pertanyaan aku lontarkan namun tak kunjung ada jawaban sedikit pun.
Rasanya aku ingin Berteriak sekeras mungkin hingga dia mendengar nya,
asik dengan lamunanku, tak sadar di sampingku
tiba-tiba ada seorang anak remaja
menghampiriku dengan mata yang berbinar dan senyuman tulus.
Aku sontak kaget dan
aku terus menatapnya, dia duduk di sampingku
dan bertanya. “kakak sedang
sedih yah memikirkan masa lalu kakak?”
aku semakin heran dalam hatiku
aku bertanya kenapa dia bisa
tau tentang semua itu. “kakak
tak perlu sedih, coba kaka berfikir. Apakah di dunia ini hanya ada
dia saja seorang? dia
mungkin bisa membuat kakak bahagia
di waktu itu, tapi sekarang
kakak malah merasakan sakit yang begitu menyiksa, dengan perbandingan yang begitu signifikan di antara kedua
hal itu”. Aku tambah kaget
dengan semua yang ia katakan.
kata-kata itu begitu membentur
buatku, dengan usia yang jauh lebih muda dariku
tapi pikirannya sudah begitu dewasa.
“perbandingan yang signifikan bagaimana maksudnya?” aku mencoba bertanya dengan penuh rasa heran.
“coba kakak
pikirkan dan renungkan kembali karena kakak yang merasakannya sendiri”. Tiba-tiba anak itu langsung
pergi begitu saja, meninggalkan beribu pertanyaan butku.
Aku mencoba merenungkannya, dan baru aku terpikir perbandingan yang signifikan yang dimaksud oleh anak itu adalah ketika rasa bahagia dan sakit yang telah ia berikan kepadaku ternyata lebih banyak kecewa dan sakit hati yang aku rasakan saat ini..
Aku semakin penasaran
pada anak itu, ku lihat
lewat jendela kamarku ke arah
balkon kamarnya, namun tak nampak
seorang pun berada disana. Aku beranjak pergi ke luar rumahku,
ternyata di taman sebelah
rumahku ada anak itu sedang
duduk sendiri, aku coba menghampirinya,
“de lagi apa disini sendiran?”
“eh kakak, aku ingin menikmati
kembali indahnya dunia lewat taman
ini” sambil tersenyum dengan manisnya.
“oh iya, kakak
sudah tahu jawaban dari pertanyaanku
kan?”
“iya de, kakak
udah ngerti dengan semuanya, kata-katamu itu yang membut kakak sadar
dan berfikir tentang semua hal
yang kakak jalani, awalnya kakak tak
pernah sedikitpun untuk berfikir sejauh itu.” jawabku
tegas.
“Syukurlah jadi sekarang jangan kakak habiskan waktu kakak dengan
ketidakpastian yang sia-sia,
Tuhan akan
memberikan yang lebih baik dari ini.
Jika menurut kakak selama ini
dia adalah seseorang yang terbaik dan dia sekarang
pergi meninggalkan kakak sendiri, pasti Tuhan akan
memberikan kembali seseorang kepada kakak yang jauh lebih baik lagi
dari itu yakinlah Tuhan itu Maha Adil,
jangan sampai penyesalan menjadi akhir dari segalanya”.
Aku tertegun dengan semua ucapan-ucapan anak itu, itu
seperti petuah-petuah buatku.
Berhari hari aku isi
waktuku bersama anak itu, tapi
belakangan ini aku tidak pernah
lagi melihat dia yang kebiasaan menghabiskan waktu dan hari-harinya di taman
sebelah rumahku. Aku mencoba menanyakan ke rumahnya, “Assalamu’alaikum….”
aku mengetok pintu rumahnya.
ternyata yang membuka pintu itu
adalah seorang pekerja rumah tangga
di rumah itu. “Wa’alaikumslam… Cari siapa yah?”
“maaf apakah benar ini rumah
Zahra mba?”
“ada apa
yah cari non Zahra” dengan nampak raut muka
binggung dan kaget.
“belakanagan ini saya tidak
melihat dia duduk di bangku
taman, padahal akhir-akhir ini saya selalu bersamanya”.
Lalu pembantu itu menceritakan semua tentang Zahra, Ternyata seorang anak remaja yang tangguh, kuat dan
pahlawan bagiku dia Sudah menghadap
Sang Ilahi 2 tahun yang lalu karena penyakitnya
yang diidapnya tak kunjung pulih. Itu semua bagaikan
mimpi panjang bagiku, tapi aku
bingung rasanya aku seakan mengalaminya
begitu nyata, tapi entahlah Allah itu Maha Segalanya
mungkin dia memberikan jalan bagiku dengan cara
yang seperti itu, yang menurutku tidak masuk akal, namun
aku sungguh begitu Bersyukur padaMU Tuhan dengan
semua nikmat dan rencana yang begitu agung nan
indah.