ILMU AKAN TERUS BERKEMBANG SELARAS DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN YANG SEMAKIN CANGGIH

Kamis, 24 September 2015

Perahu Jung

Perahu Jung Dari Cina

Perahu bercadik terkenal yang terpahat di Borobudur, disebut dengan Perahu
Borobudur, hanyalah satu petunjuk bahwa kapal-kapal dan pelayaran telah
memainkan peran besar dalam segenap urusan Jawa dan Laut Jawa selama
berabad-abad
sebelum abad ke-15. Maka tidak mengherankan tatkala pelaut Portugis
mencapai
perairan Asia Tenggara pada awal tahun 1500-an mereka telah menemukan
wilayah
ini didominasi kapal-kapal dagang milik orang Jawa yang disebut dengan
"Jung
Jawa". Pada saat itu jung-jung ini menguasai jalur rempah rempah yang
sangat
penting, yang terbentang antara Malaka, Jawa, dan Maluku.

Istilah "Jung" digunakan pertama kali dalam catatan-catatan perjalanan
Rahib
Odorico, John de Marignolli, dan Ibnu Battuta pada abad ke-14. Sebagian
pendapat
menyatakan bahwa istilah "jung" berasal dari kata chuan (bahasa Cina) yang

berarti perahu. Hanya saja, perubahan pengucapan dari chuan menjadi jung
nampaknya terlalu jauh. Yang lebih mendekati adalah kata jong (bahasa Jawa)
yang
berarti kapal. Manguin bersikeras bahwa arti jong sebagai kapal dapat
ditemukan
dalam sejumlah prasasti Jawa kuno abad ke-9. Makna itu kemudian masuk ke
dalam
bahasa Melayu menjelang abad ke-15. Untuk itu Undang-undang Laut Melayu
(The
Malaya Maritime Code) yang disusun pada akhir abad ke-15 juga menggunakan
kata
jung untuk menyebut kapal pengangkut barang.

Seperti Apa Gambaran Kapal Jung ?
Konstruksi Jung
Jenis kapal Asia Tenggara atau Nusantara yang dirakit di wilayah Nusantara
mempunyai konstruksi sebagai berikut :
Lambung perahu dibentuk dengan menyambung papan-papan pada lunas kapal dan
kemudian saling disambungkan dengan pasak kayu tanpa menggunakan kerangka
(kecuali
untuk penguat tambahan), baut, atau paku besi. Ujung haluan dan buritan
kapal
berbentuk lancip, dilengkapi dengan dua batang kemudi (kembar) menyerupai
dayung,
serta layar berbentuk segi empat yang diikat dengan tali.

Kapal ini sangat berbeda dibanding kapal tipe Cina (yang sering digambarkan
secara berlebihan), lambungnya dikencangkan dengan bilah-bilah kayu dan
paku
besi pada kerangka dan dinding penyekat (amat penting secara struktural)
yang
bobot Jung
Jung Jawa yang pertama kali digambarkan oleh orang Portugis secara spesifik
adalah sebuah kapal yang mereka tawan pada 1511 dalam perjalanan menuju
Melaka,
dengan empat lapis papan lambung yang mampu menahan tembakan meriam
Portugis,
berbobot sekitar 600 ton dengan ukuran melebihi kapal-kapal perang
Portugis.
Orang Portugis mengenali Jawa sebagai tempat asal jung-jung terbesar,
demikian
pendapat mereka tentang Jawa :
"dari kerajaan Jaoa juga datang kapal-kapal junco raksasa (dengan empat
tiang
layar) ke kota Malaca, yang amat berbeda dibanding gaya kapal-kapal kita,
dibuat
dari kayu sangat tebal, sehingga bila kayu ini menua maka papan-papan baru
dapat
dilapiskan kembali di atasnya."

Manguin, berdasarkan laporan orang-orang Eropa, memperkirakan bahwa bobot
mati
jung-jung pengangkut muatan besar rata-rata berkisar 400-500 ton. Ukuran
ini
pada saat itu bisa dikatakan dua kali lebih besar dari kapal-kapal dagang
lainnya yang berlayar pada saat itu. Jung terbesar yang pernah dilaporkan
adalah
sebuah pengangkut pasukan berbobot mati sekitar 1000 ton dengan lambung
belapis-lapis
papan untuk menambah kekuatan, yang dibuat oleh orang Jawa (Pati Unus
Demak)
untuk menyerang Malaka pada 1513.

Salah satu penulis kronik Belanda pertama yang terbaik, Lodewycksz,
mencatat
bahwa di Banten masih ada jung-jung Jawa yang memiliki tiga layar dengan
ruang
muatan terbagi menjadi petak-petak. Dia hanya terkesan oleh banyaknya
jumlah
Jung, bukan karena ukuran kapal. Ia mengatakan "pulau-pulau Hindia Timur
banyak
memiliki kapal, tetapi semuanya perahu-perahu kecil, sehingga jung yang
pernah
saya lihat tidak pernah mengangkut lebih dari 40 ton". Catatan ini ia
tuliskan
karena rupanya (kebetulan) ia tidak sempat melihat jung-jung "raksasa"
terbesar
yaitu jung pengangkut beras dari Jepara dan Semarang. Jepara setidaknya
pada
saat itu memiliki satu jung pengangkut beras berbobot 400 ton.

Dimana Jung Dibuat?
Tentang lokasi pembuatan Jung Jawa, ada yang mengatakan bahwa Jung Jawa
dibuat
di Pegu, sebagaimana bangsa lain yang berdagang di Malaka juga memesan

Akhir Jung Jawa
Para sejarawan menyimpulkan, jung dan tradisi besar maritim Jawa hancur
akibat
ekspansi militer-perniagaan Belanda. Pada abad ke-17 kapal-kapal Jung Jawa
cenderung dianggap sebagai saingan oleh Belanda (VOC), terutama jika
jung-jung
tersebut melakukan aktivitas perdagangan rempah-rempah dari Maluku atau
perdagangan beras ke Malaka-Portugis.

Pada pertengahan abad ke-17 perahu pribumi tidak lagi disebut sebagai Jung.
Kapal yang terbesar adalah kapal milik penguasa, dalam bentuk kapal perang
atau
kapal pengangkut barang dengan desain Eropa atau Cina yang berada di tangan
raja-raja
Banten, Arakan dan Ayutthaya. Kata jung pada periode ini hanya digunakan
untuk
kapal milik orang Cina yang berbobot 200-800 ton.

Menghilangnya Jung Jawa (juga Jung Asia Tenggara) dari perairan nusantara
diakibatkan malapetaka yang ditimbulkan oleh orang-orang Eropa. Karena Jung
adalah jenis kapal dagang, yang berukuran besar sehingga efisien untuk
perdagangan, tetapi lemah secara pertahanan. Besarnya ukuran Jung
menjadikan
kapal tersebut tidak dapat berlayar dengan cepat untuk menghindarkan diri
atau
melakukan manuver menghindari serangan musuh, bangsa-bangsa Eropa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar